Langsung ke konten utama

Profil Tanah


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu...
Hallo reader saya ingin berbagi apa yang saya peroleh selama lebih kurang 5 bulan, ini laporan dari salah satu praktikum yang ikuti...

I.                   PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam definisi tanah menurut ahli adalah akumulasi tubuh alam bebas, berdimensi tiga, menduduki sebagian (besar) permukaan bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk pada kondisi topografi/relief tertentu dan selama waktu tertentu (Donahue, 1970 dalam buku ajar 2003).
 Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Di samping pencampuran bahan mineral dengan bahan organik, maka dalam proses pembentukan tanah terbentuk pula lapisan-lapisan tanah atau horison-horison tanah. Oleh karena itu dalam definisi ilmiahnya tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 1987).                                        
 Penampang vertikal dari tanah menunjukkan horizon yang disebut profil tanah. Horison-horison yang menyusun profil tanah berturut-turut dari atas ke bawah adalah horison (O), A, B, dan C. Sedang horison yang menyusun solum tanah adalah horison A dan B (Hardjowigeno, 1987).                                                         
 Tanah dapat berasal dari batuan keras (batuan beku, batu sedimen tua, batuan metamorfosa) yang melapuk, atau dari bahan-bahan yang lebih lunak dan lepas dari abu volkan, bahan endapan baru dan lain-lain. Dengan proses pelapukan maka permukaan batuan yang keras menjadi hancur dan berubah menjadi yang lunak yang disebut regolit. Selanjutnya melalui proses pembentukan tanah, bagian atas regolit berubah menjadi tanah. Dalam definisi regolit adalah bahan-bahan lepas (termasuk tanah) di atas batuan yang keras. Dalam bidang engineering regolit setara dengan tanah dalam arti luas. Pelapukan terjadi pada batuan yang keras maupun pada mineral-mineral yang terdapat pada regolit, termasuk abu volkan, bahan endapan baru dan lain-lain (Hardjowigeno, 1987).                                                                 
 Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan praktikum profil tanah dengan penggalian lubang dan pengamatan beberapa sifat kimia maupun fisika tanah untuk membandingkan teori dengan fakta yang ada di lapangan.
                                         
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah: Mendemonstrasikan bagaimana profil tanah dibuat dan diamati; Mendemonstrasikan kepada mahasiswa kenampakan dari profil tanah secara utuh; Menjelaskan bagaimana pencirian horizon-horizon tanah; Mendemonstrasikan dan menjelaskan pembentukan tanah dari bahan induknya; dan Bagaimana mencatat hasil pengamatan suatu profil tanah. Sedangkan kegunaannya adalah sebagai bahan informasi bagi mahasiswa.


II.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Faktor Pembentuk Tanah
Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah mulai dari bahan induk disebut genesa tanah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, tetapi hanya lima faktor yang dianggao paling penting yaitu: (1) iklim; (2) organisme; (3) bahan induk, (4)  topografi; dan (5) waktu (Hardjowigeno, 1987).
1.       Iklim                                                                                                             
Iklim merupakan faktor yang amat penting dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika di dalam tanah. Setiap suhu naik 10°C maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat. Reaksi-reaksi oleh mikroorganisme juga sangat dipengaruhi oleh suhu pada tanah(Hardjowigeno, 1987).                                                  Adanya curah hujan dan suhu tinggi di daerah tropika menyebabkan reaksi kimia berjalan cepat sehingga proses pelapukan dan pencucian berjalan cepat. Akibatnya banyak tanah di Indonesia telah mengalami pelapukan lanjut, rendah kadar unsur hara dan bereaksi masam (Hardjowigeno, 1987).                
2.      Organisme                                                                             
Faktor ini  terbagi dua, yaitu yang hidup di dalam tanah dan yang hidup di atas tanah. Yang hidup di dalam tanah mencakup bakteria,  jamur, akar tumbuhan, cacing tanah, rayap, semut, dan sebagainya. Bersama dengan makhluk-makhluk yang ada di dalam tanah, tanah membentuk suatu ekosistem yang membantu proses dalam tanah. Jasad-jasad penghuni tanah mengaduk tanah, mempercepat pelapukan zarah-zarah batuan, menjalankan perombakan bahan organik,  mencampur bahan organik dengan bahan mineral, membuat lorong-lorong dalam tanah yang memperlancar gerakan air dan udara, dan mengalihtempatkan bahan tanah dari satu bagian ke bagian lain tubuh tanah  (Notohadiprawiro, 2006).                                                       
  Pengaruh organisme dalam proses pembentukan tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme dalam tanah. Di samping itu unsur nitrogen dapat diikat ke dalam tanah dari udara oleh mikroorganisme baik yang hidup sendiri di dalam tanah maupun yang bersimbiosis dengan tanaman. Demikian juga vegetasi yang tumbuh di tanah tersebut dapat merupakan penghalang untuk tersebut dapat merupakan penghalang untuk terjadinya erosi, sehingga mengurangi jumlah  tanah permukaan yang hilang (Hardjowigeno, 1987).
3.      Bahan Induk                                                                                    
Sifat-sifat dari bahan induk masih tetap terlihat, bahkan pada tanah daerah humid yang telah mengalami pelapukan sangat lanjut. Misalnya tanah-tanah bertekstur pasir adalah akibat dari kandungan pasir yang tinggi dari bahan induk. Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak hanya mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan, tetapi kadang-kadang menentukan jenis vegetasi alami yang tumbuh diatasnya (Hardjowigeno, 1987).                                                           Batuan-batuan di mana bahan induk tanah berasal dapat dibedakan menjadi: 1) Batuan Beku, 2) Batuan Sedimen, 3) Batuan Metamorfose, dan 4) Bahan Induk Organik (Hardjowigeno, 1987).                                                    
4.      Topografi (relief)                                                      
Relief        adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara: (1) Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan masa tanah, (2) Mempengaruhi dalamnya air tanah, (3) Mempengaruhi besarnya erosi, dan (4) Mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut di dalamnya (Hardjowigeno, 1987).                            
5.      Waktu                                                                                               
Waktu bukan faktor penentu sebenarnya. Waktu dimasukkan faktor karena semua proses maju sejalan dengan waktu. Tidak ada proses yang dimulai dan selesai secara seketika. Tahap evolusi yang dicapai tanah tidak selalu bergantung pada lama kerja berbagai faktor, karena intensitas faktor dan interaksinya mungkin berubah-ubah sepanjang perjalanan waktu. Dapat terjadi tanah yang belum lama terbentuk akan tetapi sudah memperlihatkan perkembangan profil yang jauh lebih berbeda dengan bentuk awal (Notohadiprawiro, 2006).                                              
 Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur. Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi: tanah muda (immature atau young soil), tanah dewasa (mature soil) dan tanah tua (old soil) (Hardjowigeno, 1987).         
                                                                 
2.2. Profil Tanah
Di suatu tempat ditemukan lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan liat, lempung atau debu, sedang ditempat lain ditemukan tanah yang semuanya terdiri dari liat, tetapi di lapisan bawah berwarna kelabu dengan bercak-bercak mera, di bagian tenga berwarna merah, dan lapisan atasnya berwarna kehitam-hitaman. Lapisan tersebut terbentuk karena dua hal yaitu pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air dan karena proses pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1987).                      
Proses pembentukan horison-horison tersebut akan menghasilkan benda alam baru yang disebut  tanah. Penampang vertikal dari tanah terseut menunjukkan susunan horizon yang disebut profil tanah. Horison-horison yang menyusun profil tanah berturut-turut  dari atas ke bawah adalah horison (O), A, B, dan C. Sedang horison yang menyusun solum tanah adalah horison A dan B(Hardjowigeno,1987).            
Perlu dijelaskan bahwa tanah tidak selalu mempunyai susunan horison seperti tersebut di atas. Horison O hanya terdapat pada tanah hutan yang belum digunakan untuk usaha pertanian. Banyak tanah yang tidak mempunyai horison A2 karena tidak terjadi proses pencucian dalam pembentukan tanah tersebut. Di samping itu ada pula tanah yang hanya mempunyai horison A dan C saja karena proses pembentukan tanahnya baru tingkat permualaan            (Hardjowigeno,1987) .
2.3. Sifat-Sifat Tanah
Sifat morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapangan dengan secara langsung. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan sifat-sifat fisik dari tanah tersebut.      
              
a.      Warna Tanah
Warna tanah merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap dari atas kebawah (Hardjowigeno, 1987).                                   Warna tanah ditentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang terdapat dalam buku Munsell Soil Color Chart. Dalam warna baku ini warna disusun oleh tiga variabel yaitu: hue, value, dan chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum (Hardjowigeno, 1987).
b.      Tekstur
Tekstur tanah menunjukan perbandingan butir-butir pasir (2mm  sampai 50μ), debu (2μ sampai 50 μ), dan liat (< 2μ) di dalam fraksi tanah halus (Hardjowigeno, 2007). Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah (Foth, 1994 dalam Utami, 2009). 
 Menurut Hanafiah (2007 dalam Utami, 2009), berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi: 
1). Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir : bertekstur pasir atau pasir berlempung.                                    
   2). Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung minimal 37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.                              
  3).  Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:                        
  a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau lempung berpasir halus.                                                     
 b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir sangat halus, lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu (silt).                       
 c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy silt loam).
c.       Struktur
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda (Hardjowigeno, 1987).                                                                                         
 Tanah dengan struktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur  hara lebih mudah tersedia di alan dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Akibatnya pori-pori tanah banyak terbentuk. Di samping itu struktur tanah harus tidak cepat tertutup  bila terjadi hujan baik yang rintik maupun yang deras (Hardjowigeno, 1987).
d.      Konsistensi
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya-gaya tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1987).                                                                                     Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan ke dalam konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit dicangkul). Dalam keadaan kering tanah, tanah dibedakan ke dalam konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kekuatannya yaitu dari tidak lekat sampai lekat (Hardjowigeno, 1987).
e.       Bulk Density (Kerapatan Isi)
Bulk density atau kerapatan lindak  merupakan rasio bobot kering mutlak (suhu 105°C) suatu unit tanah terhadap volume total tanah, yang dinyatakan dalam gr/cm3 (Hillel, 1980). Menurut Hardjowigeno 2007, Kerapatan Isi atau Bulk Density (BD) adalah berat tanah kering per satuan volume tanah (termasuk pori-pori tanah). Bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total (total porosity) tanah dengan dasar bahwa kerapatan zarah (particle density) tanah= 2,65 g/cc. 10 (Utami, 2009).
                 Menurut Sarief (1986 dalam Utami 2009) dalam Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.
















III.             METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
Pengamatan profil tanah dilaksanakan di Teaching Farm, Universitas Hasanuddin, Kota Makassar pada hari Minggu, 11 Oktober 2015 pukul 08.00 WITA sampai selesai.
3.2. Keadaan Umum Lokasi
3.2.1. Letak Geografis
Adapun letak geografis dari tempat penelitian profil tanah adalah 050 07’ 36,6” LS dan 1190 28’ 53,9” BT  berada pada. Penentuan letak geografis tempat penelitian ini sesuai dengan yang tertera pada Global Positioning System (GPS).
3.2.2. Letak administratif
Lokasi tempat penelitian profil tanah adalah di wilayah Ex-Farm Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, secara administratif terletak pada :
-     Sebelah Utara              : Laboratorium Fakultas Peternakan UNHAS
-     Sebelah Timur             : Kebun Buah Naga UNHAS
-     Sebelah Selatan           : Perkebunan Jati
-     Sebelah Barat              : Kampung Rimba
3.2.3. Iklim        
Iklim merupakan faktor yang amat penting dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi fisik di dalam tanah. Iklim di daerah tersebut pada saat dilakukan pengamatan adalah kemarau. Cuaca di daerah tersebut pada saat dilakukan pengamatan adalah cerah berawan, dengan suhu 33°C, dan curah hujan 2500 mm/tahun.
3.2.4. Topografi (relief)
Pada lokasi pengambilan profil tanah adalah tanah datar dengan persen kelerengannya adalah 0% - 3 % (landai).
3.2.5. Vegetasi
Vegetasi pada tempat pengambilan sampel tanah di profil dalam adalah subur, dengan tanaman utama berupa rumput ilalang dan tanaman lain berupa bambu, pohon mangga, dan pohon Jati. Sedangkan pada tempat pengambilan sampel tanah pada profil dangkal adalah vegetasinya subur, dengan tanaman utama berupa rumput dan tanaman lainnya berupa pohon pisang.
3.2.6. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan pada lokasi pengambilan sampel tanah profil dalam adalah tanah perkebunan, dan penggunaan lahan pada lokasi pengambilan sampel tanah profil dangkal adalah tanah perkebunan pula.
3.3.Alat dan Bahan
Pada praktikum profil tanah ini, alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah profil adalah cangkul, linggis, sekop, cutter, meteran, dan ring sampel. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada saat pengambilan sampel tanah adalah tanah, air, kantong plastik, dan kertas label.
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pembuatan Profil
Untuk membuat penampang profil, maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.    Membuat lubang besar yang berbentuk seperti penampang dengan ukuran 1,5x1m, supaya kita dapat mudah duduk atau berdiri di dalamnya dan pengamatan dapat dilakukan dengan baik. Tanah yang telah digali tidak ditumpuk pada sisi samping atas lubang tetapi diratakan agar tanah tersebut tidak dapat turun ke galian lubang.
2.    Mengamati di sisi lubang penampang yang mendapat sinar matahari. Pengamatan dilakukan pada saat sinar matahari cukup (tidak terlalu pagi dan tidak terlalu sore). Karena, akan sulit megetahui warna tanah apabila pengamatan dilakukan saat matahari terik/cerah.
3.4.2. Pengambilan Sampel Tanah Utuh
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengambil sampel tanah utuh adalah sebagai berikut :
a.    Meratakan dan membersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian meletakkan ring sampel tegak lurus pada lapisan tanah.
b.    Menekan ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalan tanah.
c.     Menggali ring sampel beserta tanah di dalamnya dengan sekop dan linggis.
d.    Memotong kelebihan tanah yang ada pada permukaan ring sampel.
e.     Menutup ring sampel dengan plastik.
3.4.3. Pengambilan Sampel Tanah Terganggu
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengambil sampel tanah terganggu adalah sebagai berikut :
a.    Mengambil tanah dengan sendok tanah atau pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil.
b.    Memasukkan tanah ke dalam kantong plastik yang telah diberi kertas label.











IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Profil di Lapangan
Parameter Pengamatan
Lapisan
1
2
3
Kedalaman Lapisan
40 cm
50 cm
30 cm
Tekstur
Liat berpasir
Lempung Berdebu
Lempung Berliat Berdebu
Struktur
Kasar
Granular
Kasar
Granular
Kasar
Granular
Konsistensi
Rapuh
Lembab
Rapuh
Lembab
Rapuh
Lembab
Pori-Pori
(Ukuran/Jumlah)
Coarse
Many
Medium
Many
Micro
Few
Sumber :Data Isian Profil, 2016
4.2. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan diperoleh 3 lapisan tanah dengan kedalam yang berbeda yaitu lapisan (1) dengan kedalaman 40 cm, ditentukan berdasarkan warna yaitu warna gelap (hitam); lapisan (2) dengan kedalaman 50 cm, ditentukan dengan mengamati warna yang lebih terang (agak kemerahan); lapisan (3) dengan kedalaman 30 cm, ditentukan dengan warna dan mulai munculnya bahan induk hal tersebut sesuai teori yang dikemukakan Hardjowigeno (1987) yaitu lapisan tanah memiliki sifat yang berbeda-beda sehingga mudah dilihat secara kasat mata batas-batas dari lapisan tanah.                                                                                             .                Pengamatan tekstur dilakuakan menggunakan metode feeling untuk tekstur dengan memberi sedikit air dan memperhatikan domonansi dari fraksi pasir, debu dan liat. Pada lapisan (1) diperoleh tekstur liat berpasir; lapisan (2) diperoleh tekstur liat berdebu; dan lapisan (3) diperoleh tekstur lempung, berliat dan berdebu, dalam pengamatan tersebut hasil dibandingkan dengan teori yang dikemukakan Hardjowigeno (1987) yaitu kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam sebaran besar butir (particle size distribution) yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah dengan memperhatikan pula fraksi tanah yang lebih kasar dari pasir (lebih dari 2 mm).        Struktur diamati dengan mengambil sampel tanah kemudian diberi sedikit air kemudian dipilin membentuk pita, struktur yang diperoleh pada tiga lapisan adalah sama yaitu kasar dan granular, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hardjowigeno (1987) bahwa struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah.                                                                             Konsistensi diamati dengan mengambil sampel tanah setiap lapisan pada lubang kemudian diambil ukuran yang besar dan dijatuhkan pada ketinggian tertentu, hasil yang diperoleh adalah tanah yang rapuh dan lembab, berdasarkan teori yang dikemukakan Hardjowigeno (1987) bahwa konsistensi menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain.                                                                                                                  Pori tanah diamati dengan melihat makhluk hidup yang melewati pori pada lubang profil seperti semut, akar tanaman, cacing, dll. Hasil yang diperoleh adalah lapisan (1) diperoleh ukuran coarse dan jumlahnya many; lapisan (2) diperoleh ukuran medium dan jumlahnya many; lapisan (3) diperoleh ukuran micro dan jumlahnya few. Berdasarkan teori yang dikemukaan Hardjowigeno (1987) pori-pori adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh air dan udara). Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar dan pori-pori halus.

V.                KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan lapangan tentang profil tanah dapat dilihat penampakan profil tanah secara utuh, dapat diketahui pencirian lapisan tanah berdasarkan metode feeling (dengan memperhatikan tekstur), serta dapat diketahui  pembentukan tanah dari bahan induknya.
5.2. Saran
Pada saat praktikum sebaiknya asisten dan praktikan lebih meningkatkan komunikasi, praktikan harus lebih aktif bertanya dan mencari informasi seputar praktikum, dan asisten mengarahkan praktikan agar saling kerjasama dan semuanya aktif dalam praktikum.                                                                                                                 Pada praktikum sebaiknya penggalian dilakukan ditempat yang sejajar matahari, bebas air, dan diberikan atap dari awal penggalian profil menggunakan terpal dan sejenisnya untuk menghindari cuaca yang kapan saja bisa terjadi hujan



DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Edisi Pertama. Jakarta: PT. MEDIYATAMA SARANA PERKASA.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Tanah dan Lingkungan. Yoyakarta: Ilmu Tanah Universitas Gajah Mada (UGM).

Pandutama, Martinus H, dkk. 2003. Buku AjarDasr-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Jember.

Utami, Nur Hikmah. 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia, dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Proses Membuat Sabun

Ini Tugas kimia Terakhir Kami. Semoga Bermanfaat!!!! LAPORAN KIMIA “PROSES MEMBUAT SABUN” OLEH: Kelompok III KELAS : XII IPA_1 v A. Alda Widayanti v A. Patma Ulandari v A. Sugianka v Aldi Adriandi v Astia Mayang Sari v Elma Dwi Handayani v Hesti v Irawati v Irsandi v Muhammad Ade Zaini Akbar Nasution v Safira Maynar v Syarif Alkadri Dasi SMA NEGERI 1 LAPPARIAJA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Kata Pengantar Bismillaahirrahmaanirrahiim.... Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya lah. Kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Proses Membuat Sabun” dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Kimia. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kami membutuhkan saran dan kritik dari para pembaca yang sifatnya memba

Dekomposisi

  Laporan Praktikum Dasar-Dasar Ekologi DEKOMPOSISI Nama               : Safira Maynar Nim                  : G11116537 Kelas                : Ekologi B Kelompok       : 3 (Tiga) Asisten            : S u pyan At Shauri & Siti Halima PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASSANUDDIN MAKASSAR 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1.   Latar Belakang Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan yang memiliki peran penting s

KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP MASYARAKAT MARITIM (WSBM)

MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM “KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP MASYARAKAT MARITIM” Kelompok I 1.       Ainun Wulandari 2.       Khaerunnisa Nasir 3.       Nur Mujahidah 4.       Safira Maynar 5.       Mariam Umar 6.       Nur Yuliaindah 7.       Fauziah Achriani Ramlan 8.       Rachmat Hidayat AM 9.       Melki Dende B 10.   Rahmat Thabrani Ashari Amir 11.   M. Yusuf Hasbianto 12.   Nur Isnain Mustakin 13.   Nur Rahmah 14.   Putri Miranty 15.   Errina Risti Rezeki 16.   Abdul Rady Syam 17.   Ahmad Fatahillah PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016   PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dunia ada banyak individu yang tersebar diseluruh dunia, mereka membentuk sebuah sistem yang saling berikatan dan mempunyai ketergantungan antara satu individu dengan individu lainnya yang tidak dapat dipisahkan dan umumnya individu dalam ketergantungannya membentuk kelompok, kelompok