Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu...
Hallo reader saya ingin berbagi apa yang saya peroleh selama lebih kurang 5 bulan, ini laporan dari salah satu praktikum yang ikuti...
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam definisi tanah menurut ahli adalah
akumulasi tubuh alam bebas, berdimensi tiga, menduduki sebagian (besar)
permukaan bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman, dan memiliki sifat sebagai
akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk pada
kondisi topografi/relief tertentu dan selama waktu tertentu (Donahue, 1970
dalam buku ajar 2003).
Dalam
pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman
darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa
bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup diatasnya atau di
dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air. Air dalam
tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke
tempat lain. Di samping pencampuran bahan mineral dengan bahan organik, maka
dalam proses pembentukan tanah terbentuk pula lapisan-lapisan tanah atau
horison-horison tanah. Oleh karena itu dalam definisi ilmiahnya tanah adalah
kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison,
terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan
merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 1987).
Penampang
vertikal dari tanah menunjukkan horizon yang disebut profil tanah. Horison-horison yang menyusun profil tanah berturut-turut dari atas ke bawah adalah horison (O),
A, B, dan C. Sedang horison yang menyusun solum tanah adalah horison A dan B
(Hardjowigeno, 1987).
Tanah dapat berasal dari
batuan keras (batuan beku, batu sedimen
tua, batuan metamorfosa) yang melapuk, atau dari bahan-bahan yang lebih lunak
dan lepas dari abu volkan, bahan endapan baru dan lain-lain. Dengan proses
pelapukan maka permukaan batuan yang keras menjadi hancur dan berubah menjadi yang
lunak yang disebut regolit. Selanjutnya melalui proses pembentukan tanah,
bagian atas regolit berubah menjadi tanah. Dalam definisi regolit adalah bahan-bahan
lepas (termasuk tanah) di atas batuan yang keras. Dalam bidang engineering
regolit setara dengan tanah dalam arti luas. Pelapukan terjadi pada batuan yang
keras maupun pada mineral-mineral yang terdapat pada regolit, termasuk abu
volkan, bahan endapan baru dan lain-lain (Hardjowigeno, 1987).
Berdasarkan
hal tersebut maka dilakukan praktikum profil tanah dengan penggalian lubang dan
pengamatan beberapa sifat kimia maupun fisika tanah untuk membandingkan teori
dengan fakta yang ada di lapangan.
1.2.
Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan
dari praktikum ini adalah: Mendemonstrasikan bagaimana profil tanah dibuat dan
diamati; Mendemonstrasikan kepada mahasiswa kenampakan dari profil tanah secara
utuh; Menjelaskan bagaimana pencirian horizon-horizon tanah; Mendemonstrasikan
dan menjelaskan pembentukan tanah dari bahan induknya; dan Bagaimana mencatat
hasil pengamatan suatu profil tanah. Sedangkan kegunaannya adalah sebagai bahan
informasi bagi mahasiswa.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Faktor Pembentuk Tanah
Ilmu yang mempelajari proses-proses
pembentukan tanah mulai dari bahan induk disebut genesa tanah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan
tanah, tetapi hanya lima faktor yang dianggao paling penting yaitu: (1) iklim; (2)
organisme; (3) bahan induk, (4) topografi; dan (5) waktu (Hardjowigeno,
1987).
1.
Iklim
Iklim merupakan faktor yang amat penting
dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh
terhadap intensitas reaksi kimia dan fisika di dalam tanah. Setiap suhu naik
10°C maka kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat. Reaksi-reaksi oleh
mikroorganisme juga sangat dipengaruhi oleh suhu pada tanah(Hardjowigeno,
1987). Adanya
curah hujan dan suhu tinggi di daerah tropika menyebabkan reaksi kimia berjalan
cepat sehingga proses pelapukan dan pencucian berjalan cepat. Akibatnya banyak
tanah di Indonesia telah mengalami pelapukan lanjut, rendah kadar unsur hara
dan bereaksi masam (Hardjowigeno, 1987).
2.
Organisme
Faktor ini terbagi dua, yaitu yang hidup di dalam tanah
dan yang hidup di atas tanah. Yang hidup di dalam tanah mencakup bakteria, jamur, akar tumbuhan, cacing tanah, rayap,
semut, dan sebagainya. Bersama dengan makhluk-makhluk yang ada di dalam tanah,
tanah membentuk suatu ekosistem yang membantu proses dalam tanah. Jasad-jasad
penghuni tanah mengaduk tanah, mempercepat pelapukan zarah-zarah batuan,
menjalankan perombakan bahan organik, mencampur
bahan organik dengan bahan mineral, membuat lorong-lorong dalam tanah yang
memperlancar gerakan air dan udara, dan mengalihtempatkan bahan tanah dari satu
bagian ke bagian lain tubuh tanah (Notohadiprawiro,
2006).
Pengaruh
organisme dalam proses pembentukan tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan
organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat
dipengaruhi oleh kegiatan organisme dalam tanah. Di samping itu unsur nitrogen dapat diikat ke dalam tanah
dari udara oleh mikroorganisme baik yang hidup sendiri di dalam tanah maupun
yang bersimbiosis dengan tanaman. Demikian juga vegetasi yang tumbuh di tanah
tersebut dapat merupakan penghalang untuk tersebut dapat merupakan penghalang
untuk terjadinya erosi, sehingga mengurangi jumlah tanah permukaan yang hilang (Hardjowigeno,
1987).
3.
Bahan Induk
Sifat-sifat dari bahan induk masih tetap
terlihat, bahkan pada tanah daerah humid yang telah mengalami pelapukan sangat
lanjut. Misalnya tanah-tanah bertekstur pasir adalah akibat dari kandungan
pasir yang tinggi dari bahan induk. Susunan kimia dan mineral bahan induk tidak
hanya mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan, tetapi kadang-kadang
menentukan jenis vegetasi alami yang tumbuh diatasnya (Hardjowigeno, 1987). Batuan-batuan
di mana bahan induk tanah berasal dapat dibedakan menjadi: 1) Batuan Beku, 2)
Batuan Sedimen, 3) Batuan Metamorfose, dan 4) Bahan Induk Organik
(Hardjowigeno, 1987).
4.
Topografi (relief)
Relief adalah
perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya
perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief mempengaruhi proses pembentukan
tanah dengan cara: (1) Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan
masa tanah, (2) Mempengaruhi dalamnya air tanah, (3) Mempengaruhi besarnya
erosi, dan (4) Mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut di
dalamnya (Hardjowigeno, 1987).
5.
Waktu
Waktu bukan faktor penentu sebenarnya.
Waktu dimasukkan faktor karena semua proses maju sejalan dengan waktu. Tidak
ada proses yang dimulai dan selesai secara seketika. Tahap evolusi yang dicapai
tanah tidak selalu bergantung pada lama kerja berbagai faktor, karena
intensitas faktor dan interaksinya mungkin berubah-ubah sepanjang perjalanan
waktu. Dapat terjadi tanah yang belum lama terbentuk akan tetapi sudah
memperlihatkan perkembangan profil yang jauh lebih berbeda dengan bentuk awal (Notohadiprawiro,
2006).
Mineral yang banyak mengandung unsur
hara telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk
seperti kuarsa. Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur.
Karena proses pembentukan tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah
berubah berturut-turut menjadi: tanah
muda (immature atau young soil), tanah
dewasa (mature soil) dan tanah tua
(old soil) (Hardjowigeno, 1987).
2.2.
Profil Tanah
Di suatu tempat
ditemukan lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan liat, lempung atau
debu, sedang ditempat lain ditemukan tanah yang semuanya terdiri dari liat,
tetapi di lapisan bawah berwarna kelabu dengan bercak-bercak mera, di bagian
tenga berwarna merah, dan lapisan atasnya berwarna kehitam-hitaman. Lapisan
tersebut terbentuk karena dua hal yaitu pengendapan yang berulang-ulang oleh
genangan air dan karena proses pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1987).
Proses pembentukan
horison-horison tersebut akan menghasilkan benda alam baru yang disebut tanah.
Penampang vertikal dari tanah terseut menunjukkan susunan horizon yang disebut profil tanah. Horison-horison yang
menyusun profil tanah
berturut-turut dari atas ke bawah adalah
horison (O), A, B, dan C. Sedang horison yang menyusun solum tanah adalah
horison A dan B(Hardjowigeno,1987).
Perlu
dijelaskan bahwa tanah tidak selalu mempunyai susunan horison seperti tersebut
di atas. Horison O hanya terdapat pada tanah hutan yang belum digunakan untuk
usaha pertanian. Banyak tanah yang tidak mempunyai horison A2 karena
tidak terjadi proses pencucian dalam pembentukan tanah tersebut. Di samping itu
ada pula tanah yang hanya mempunyai horison A dan C saja karena proses
pembentukan tanahnya baru tingkat permualaan
(Hardjowigeno,1987) .
2.3.
Sifat-Sifat Tanah
Sifat morfologi tanah
adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapangan dengan
secara langsung. Sebagian dari sifat-sifat morfologi tanah merupakan
sifat-sifat fisik dari tanah tersebut.
a.
Warna Tanah
Warna tanah merupakan
petunjuk untuk beberapa sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna
permukaan tanah umumnya oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi
kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap dari atas kebawah (Hardjowigeno,
1987). Warna
tanah ditentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang terdapat dalam buku
Munsell Soil Color Chart. Dalam warna baku ini warna disusun oleh tiga variabel
yaitu: hue, value, dan chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan
panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan
banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan
dari warna spektrum (Hardjowigeno, 1987).
b. Tekstur
Tekstur tanah
menunjukan perbandingan butir-butir pasir (2mm
sampai 50μ), debu (2μ sampai 50 μ), dan liat (< 2μ) di dalam fraksi
tanah halus (Hardjowigeno, 2007). Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan
dalam istilah tekstur yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah (Foth,
1994 dalam Utami, 2009).
Menurut Hanafiah (2007 dalam Utami, 2009),
berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi:
1).
Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung
minimal 70% pasir : bertekstur pasir atau pasir berlempung.
2). Tanah bertekstur halus atau kasar
berliat, berarti tanah yang mengandung minimal 37,5% liat atau bertekstur liat,
liat berdebu atau liat berpasir.
3). Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung,
terdiri dari:
a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar
meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir (sandy loam) atau
lempung berpasir halus.
b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang
bertekstur berlempung berpasir sangat halus, lempung (loam), lempung
berdebu (silty loam) atau debu (silt).
c.
Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam),
lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy
silt loam).
c. Struktur
Struktur tanah
merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi
karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu
perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan
kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang
berbeda-beda (Hardjowigeno, 1987).
Tanah
dengan struktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik,
unsur-unsur hara lebih mudah tersedia di
alan dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat
sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat. Akibatnya pori-pori
tanah banyak terbentuk. Di samping itu struktur tanah harus tidak cepat
tertutup bila terjadi hujan baik yang
rintik maupun yang deras (Hardjowigeno, 1987).
d. Konsistensi
Konsistensi tanah
menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini
ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk.
Gaya-gaya tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan sebagainya
(Hardjowigeno, 1987). Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan ke
dalam konsistensi gembur (mudah diolah) sampai teguh (agak sulit dicangkul).
Dalam keadaan kering tanah, tanah dibedakan ke dalam konsistensi lunak sampai
keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai
tidak plastis atau kekuatannya yaitu dari tidak lekat sampai lekat (Hardjowigeno,
1987).
e. Bulk
Density (Kerapatan Isi)
Bulk density atau
kerapatan lindak merupakan rasio bobot
kering mutlak (suhu 105°C) suatu unit tanah terhadap volume total tanah, yang
dinyatakan dalam gr/cm3 (Hillel, 1980). Menurut Hardjowigeno 2007, Kerapatan
Isi atau Bulk Density (BD) adalah berat tanah kering per satuan volume
tanah (termasuk pori-pori tanah). Bulk
density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total (total porosity)
tanah dengan dasar bahwa kerapatan zarah (particle density) tanah= 2,65
g/cc. 10 (Utami, 2009).
Menurut Sarief
(1986 dalam Utami 2009) dalam Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan
oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan
lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal
ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi
lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.
III.
METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu
Pengamatan profil tanah dilaksanakan di Teaching Farm,
Universitas Hasanuddin, Kota Makassar pada hari Minggu,
11 Oktober 2015 pukul 08.00 WITA sampai selesai.
3.2. Keadaan Umum Lokasi
3.2.1. Letak
Geografis
Adapun letak geografis dari tempat penelitian profil
tanah adalah 050 07’ 36,6” LS dan 1190
28’ 53,9” BT berada pada.
Penentuan letak geografis tempat penelitian ini sesuai dengan yang tertera pada
Global Positioning System (GPS).
3.2.2. Letak administratif
Lokasi tempat penelitian profil tanah adalah di wilayah
Ex-Farm Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar, secara
administratif terletak pada :
-
Sebelah
Utara : Laboratorium Fakultas
Peternakan UNHAS
-
Sebelah
Timur : Kebun Buah Naga UNHAS
-
Sebelah
Selatan : Perkebunan
Jati
-
Sebelah
Barat : Kampung Rimba
3.2.3.
Iklim
Iklim merupakan faktor yang amat penting dalam proses
pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas
reaksi fisik di dalam tanah. Iklim di daerah
tersebut pada saat dilakukan pengamatan adalah kemarau. Cuaca di daerah tersebut
pada saat dilakukan pengamatan adalah cerah berawan, dengan suhu 33°C, dan
curah hujan 2500 mm/tahun.
3.2.4. Topografi (relief)
Pada lokasi pengambilan profil
tanah adalah tanah datar dengan persen kelerengannya adalah 0% - 3 % (landai).
3.2.5.
Vegetasi
Vegetasi pada tempat pengambilan sampel tanah di profil
dalam adalah subur, dengan tanaman utama berupa rumput ilalang dan tanaman lain
berupa bambu, pohon mangga, dan pohon Jati. Sedangkan pada tempat pengambilan sampel tanah pada
profil dangkal adalah vegetasinya subur, dengan tanaman utama berupa rumput dan
tanaman lainnya berupa pohon pisang.
3.2.6. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan pada lokasi pengambilan sampel tanah
profil dalam adalah tanah perkebunan, dan penggunaan lahan pada lokasi
pengambilan sampel tanah profil dangkal adalah tanah perkebunan pula.
3.3.Alat dan Bahan
Pada praktikum profil tanah ini, alat-alat yang digunakan
untuk pengambilan sampel tanah profil adalah cangkul, linggis, sekop, cutter,
meteran, dan ring sampel. Adapun bahan-bahan yang digunakan pada saat
pengambilan sampel tanah adalah tanah, air, kantong plastik, dan kertas label.
3.4. Prosedur Kerja
3.4.1. Pembuatan Profil
Untuk membuat penampang profil,
maka langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Membuat lubang besar yang berbentuk seperti penampang dengan ukuran 1,5x1m, supaya kita dapat mudah duduk atau berdiri di
dalamnya dan pengamatan dapat dilakukan dengan baik. Tanah yang telah digali tidak ditumpuk pada sisi
samping atas lubang tetapi diratakan agar tanah tersebut tidak dapat turun ke
galian lubang.
2.
Mengamati di sisi lubang penampang yang mendapat sinar matahari. Pengamatan dilakukan pada saat sinar matahari cukup
(tidak terlalu pagi dan tidak terlalu sore). Karena, akan sulit megetahui warna
tanah apabila pengamatan dilakukan saat matahari terik/cerah.
3.4.2. Pengambilan Sampel Tanah
Utuh
Langkah-langkah yang dilakukan
untuk mengambil sampel tanah utuh adalah sebagai berikut :
a.
Meratakan
dan membersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian meletakkan ring sampel
tegak lurus pada lapisan tanah.
b.
Menekan
ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalan tanah.
c.
Menggali
ring sampel beserta tanah di dalamnya dengan sekop dan linggis.
d.
Memotong
kelebihan tanah yang ada pada permukaan ring sampel.
e.
Menutup
ring sampel dengan plastik.
3.4.3.
Pengambilan Sampel Tanah Terganggu
Langkah-langkah yang dilakukan
untuk mengambil sampel tanah terganggu adalah sebagai berikut :
a.
Mengambil
tanah dengan sendok tanah atau pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil.
b.
Memasukkan
tanah ke dalam kantong plastik yang telah diberi kertas label.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Profil di Lapangan
Parameter Pengamatan
|
Lapisan
|
||
1
|
2
|
3
|
|
Kedalaman Lapisan
|
40 cm
|
50 cm
|
30 cm
|
Tekstur
|
Liat
berpasir
|
Lempung
Berdebu
|
Lempung
Berliat Berdebu
|
Struktur
|
Kasar
Granular
|
Kasar
Granular
|
Kasar
Granular
|
Konsistensi
|
Rapuh
Lembab
|
Rapuh
Lembab
|
Rapuh
Lembab
|
Pori-Pori
(Ukuran/Jumlah)
|
Coarse
Many
|
Medium
Many
|
Micro
Few
|
Sumber :Data
Isian Profil, 2016
4.2.
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan
diperoleh 3 lapisan tanah dengan kedalam yang berbeda yaitu lapisan (1) dengan
kedalaman 40 cm, ditentukan berdasarkan warna yaitu warna gelap (hitam); lapisan
(2) dengan kedalaman 50 cm, ditentukan dengan mengamati warna yang lebih terang
(agak kemerahan); lapisan (3) dengan kedalaman 30 cm, ditentukan dengan warna dan
mulai munculnya bahan induk hal tersebut sesuai teori yang dikemukakan
Hardjowigeno (1987) yaitu lapisan tanah memiliki sifat yang berbeda-beda
sehingga mudah dilihat secara kasat mata batas-batas dari lapisan tanah. . Pengamatan
tekstur dilakuakan menggunakan metode feeling untuk tekstur dengan memberi
sedikit air dan memperhatikan domonansi dari fraksi pasir, debu dan liat. Pada
lapisan (1) diperoleh tekstur liat berpasir; lapisan (2) diperoleh tekstur liat
berdebu; dan lapisan (3) diperoleh tekstur lempung, berliat dan berdebu, dalam
pengamatan tersebut hasil dibandingkan dengan teori yang dikemukakan
Hardjowigeno (1987) yaitu kasar halusnya tanah ditunjukkan dalam sebaran besar
butir (particle size distribution)
yang merupakan penyederhanaan dari kelas tekstur tanah dengan memperhatikan
pula fraksi tanah yang lebih kasar dari pasir (lebih dari 2 mm). Struktur diamati dengan mengambil
sampel tanah kemudian diberi sedikit air kemudian dipilin membentuk pita,
struktur yang diperoleh pada tiga lapisan adalah sama yaitu kasar dan granular,
hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hardjowigeno (1987) bahwa struktur
tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Konsistensi diamati dengan mengambil
sampel tanah setiap lapisan pada lubang kemudian diambil ukuran yang besar dan dijatuhkan
pada ketinggian tertentu, hasil yang diperoleh adalah tanah yang rapuh dan
lembab, berdasarkan teori yang dikemukakan Hardjowigeno (1987) bahwa konsistensi
menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau daya adhesi butir-butir
tanah dengan benda lain. Pori tanah
diamati dengan melihat makhluk hidup yang melewati pori pada lubang profil
seperti semut, akar tanaman, cacing, dll. Hasil yang diperoleh adalah lapisan
(1) diperoleh ukuran coarse dan jumlahnya
many; lapisan (2) diperoleh ukuran medium dan jumlahnya many; lapisan (3) diperoleh ukuran micro dan jumlahnya few. Berdasarkan teori yang dikemukaan
Hardjowigeno (1987) pori-pori adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah
(terisi oleh air dan udara). Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori
kasar dan pori-pori halus.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan
lapangan tentang profil tanah dapat dilihat penampakan profil tanah secara
utuh, dapat diketahui pencirian lapisan tanah berdasarkan metode feeling (dengan memperhatikan tekstur),
serta dapat diketahui pembentukan tanah
dari bahan induknya.
5.2.
Saran
Pada saat praktikum
sebaiknya asisten dan praktikan lebih meningkatkan komunikasi, praktikan harus
lebih aktif bertanya dan mencari informasi seputar praktikum, dan asisten
mengarahkan praktikan agar saling kerjasama dan semuanya aktif dalam praktikum. Pada praktikum sebaiknya penggalian
dilakukan ditempat yang sejajar matahari, bebas air, dan diberikan atap dari
awal penggalian profil menggunakan terpal dan sejenisnya untuk menghindari
cuaca yang kapan saja bisa terjadi hujan
DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno,
Sarwono. 1987. Ilmu Tanah. Edisi
Pertama. Jakarta: PT. MEDIYATAMA SARANA PERKASA.
Notohadiprawiro,
Tejoyuwono. 2006. Tanah dan Lingkungan.
Yoyakarta: Ilmu Tanah Universitas Gajah Mada (UGM).
Pandutama,
Martinus H, dkk. 2003. Buku
AjarDasr-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Utami,
Nur Hikmah. 2009. Kajian Sifat Fisik,
Sifat Kimia, dan Sifat Biologi Tanah Paska Tambang Galian C pada Tiga Penutupan
Lahan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Komentar
Posting Komentar