Langsung ke konten utama

Dekomposisi



 Laporan Praktikum
Dasar-Dasar Ekologi
DEKOMPOSISI




Nama              : Safira Maynar
Nim                 : G11116537
Kelas               : Ekologi B
Kelompok      : 3 (Tiga)
Asisten            : Supyan At Shauri & Siti Halima


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASSANUDDIN
MAKASSAR
2016


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Dekomposisi merupakan salah satu tingkatan yang paling penting dalam daur biogeokimia. Tingkat dekomposisi merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara akan diserap kembali oleh tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah dalam bentuk serasah yang tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor lingkungan yang memiliki peran penting seperti organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembapan tempat proses dekomposisi berlangsung (Tim Penyusun Penuntun Ekologi, 2016).                           
Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologi. Organisme-organisme yang telah mati akan mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lagi (Arisandi, 2002).                                                                       Serasah dapat menciptakan lingkungan mikro setempat berbeda dengan pelepasan nutrisi atau campuran phytotoxic selama pembusukannya, mengurangi erosi lahan dan evapotranspiration (tetapi mungkin juga menahan curah hujan) dan mengurangi temperatur tanah maksimum. Serasah juga dapat bertindak sebagai suatu faktor mekanik, merusakkan atau membunuh semai ketika gugur ke tanah. Disana dapat juga terjadi efek tidak langsung pada serasah daun, sebagai contoh, kelembaban yang lebih tinggi di dalam lapisan serasah dapat menunjang pertumbuhan jamur patogen yang dapat kemudian menyerang semai ssehingga menyebabkan kegagalan tumbuh (Zamroni, 2008).                                                                     
 Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik (bahan-bahan hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan:  tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri methanoigenesis tinggi proses. Suhu dan kelembaban udara mempengaruhi jatuhkan serasah tumbuhan. Naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembaban udara sehingga transpirasi akan meningkat, dan untuk menguranginya maka daun harus segera digugurkan (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008). Menurut Soeroyo (2003) dalam Zamroni dan  Immy 2008, faktor lain yang mempengaruhi guguran serasah adalah curah hujan.                                                                                                                           Dekomposisi berlangsung melalui transformasi energi di dalam dan di antara organisme-organisme. Proses dekomposisi merupakan fungsi yang sangat penting, sebab jika proses ini tidak terjadi, semua makanan akan terikat pada tubuh-tubuh mati, dan dunia ini akan penuh oleh sisa-sisa dan bangkai-bangkai. Penghancuran untuk setiap tumbuhan dan binatang mati tidak sama. Lemak, gula, dan protein dapat segera dibusukkan akan tetapi selulosa, lignin, kayu lama sekali dihancurkannya. Demikian juga chitin, rambut, dan tulang-tulang binatang sangat sukar dihancurkan (Irwan, 2012 dalam Saputra, 2014).
Tahap-tahap dekomposisi adalah sebagai berikut :
1.      Pembentukan butiran-butiran kecil, sisa-sisa oleh aksi secara biologi.
2.      Produksi humus yang relatif cepat serta pelepasan organik-organik yang larut oleh saprotrop-saprotrop.
                Irwan (2012) dalam Saputra, 2014 menyatakan dalam proses dekomposisi dihasilkan pula berbagai berbagai zat kimia yang mempunyai dampak positif sebagai perangsang pertumbuhan dan mempunyai dampak negative sebagai penghambat pertumbuhan. Zat yang dihasilkan tersebut disebut dengan hormon lingkungan. Seabagai mikroorganisme mempunyai fungsi di dalam ekosistem selain untuk mengatur keperluan guna kelangsungan kehidupan sendiri adalah juga sebagai :
1.     Mineralisasi bahan-bahan organik yang telah mati.
2.     Menghasilkan makanan untuk organisme lain.
3.     Menghasilkan zat kimia yang disebut dengan hormon lingkungan.

1.2.  Tujuan dan Kegunaan
                Percobaan bertujuan untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi daun dari beberapa vegetasi pohon.                                                                                     
Percobaan diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan tanaman.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dekomposisi Secara Umum
Dekomposisi adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Sutedjo et al. 1991).  
Dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan beberapa faktor (Dezzeo et al. 1998 dalam Staf Unila 2012).                                      
 Sampah daun, ranting- ranting dan kayu yang mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah. Dekomposisi merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik (bahan-bahan hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman yang menunjukkan tingkat dekomposisinya. Proses dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan:  tahap dekomposisi aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat. Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri methanoigenesis tinggi proses (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Dekompoisisi
Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat fisika dan kimia) serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Faktor penting yang berpengaruh terhadap proses dekomposisi suatu bahan atau serasah adalah kualitas (sifat fisika dan kimia). Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal (initial content) lignin, selulosa, dan karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat dekomposisi serasah daun  (Hardiwinoto, 1994).                                                   
 Osono dan takeda (2006) dalam Saputra, 2014, menambahkan bahwa kecepatan dekomposisi serasah daun dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1)     Tipe serasah                 
Kandungan senyawa yang terkandung di dalam seresah seperti kandungan lignin, selulosa, dan karbohidratnya. Tipe seresah mempengaruhi kemampuan suatu mikroba untuk mendekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang terkandung di dalam seresah, dimana lignin akan lebih susah untuk didekomposisi, selanjutnya selulosa dan gula sederhana adalah senyawa berikutnya yang relatif cepat didekomposisi.
2)     Temperatur
Donelly et al. (1990) dalam Saputra, 2014, menyatakan bahwa kecepatan dekomposisi tertinggi ditunjukan pada suhu 24 ºC. Suhu merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sifat fisiologi mikroorganisme yang hidup lingkungan tersebut. Setiap peningkatan suhu sebesar 10oC akan meningkatkan laju metabolisme organisme menjadi dua kali lipat (Nontji et al., 1980). Akan tetapi penambahan suhu maksimal dapat mematikan mikroorganisme pendegradasi seresah.
3)     Pengaruh pH
Aktivitas enzim selulase dipengaruhi oleh pH, dimana aktivitas selulase yang tinggi menurut Kulp (1975), bahwa pH optimum untuk aktivitas selulase kapang berkisar antara 4,5-6,5. Enzim pada umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH (Irawadi, 1991) dalam Saputra, 2014.                                                                         
Tingkat penutupan (tebal tipisnya) lapisan serasah pada permukaan tanah berhubungan erat dengan laju dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lebat terdekomposisi maka keberadaannya dipermukaan tanah menjadi lebih lama (Hairiah et al., 2000) dalam Saputra, 2014.
Barbour et al., (1987) dalam Saputra, 2014 mengatakan bahwa laju dekomposisi serasah berbeda antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya. Laju ini terutama dipengaruhi oleh kelembapan udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.
4)     Iklim
 Hal ini menjadi penting karena iklim dapat memperlambat bahkan mempercepat terjadinya proses dekomposisi seperti curah hujan, angina, dan suhu pada saat proses berlangsung (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
5)    Tipe Penggunaan Lahan                                                                                     
                Tipe penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi sebagai sumber bahan organik yang baik bagi lahan tersebut yaitu ditumbuhi tanaman yang  dapat mengalami dekomposisi (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
6)     Bentuk Lahan                                                                                                                 
              Hal ini membantu dekomposisi pada proses pengumpulan bahan-bahan organik tersebut yaitu pada saat pengambilan bahan akan diperoleh bahan yang pada daerah yang tidak terjal dimana bahan akan tertampung sedangkan pada daerah yang mempunyai keemiringan tinggi kemungkinan bahan akan ikut dengan air hujan menuju kebawah (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
7)     Adanya Kegiatan Manusia                                                                                            
         Adanya kegiatan manusia ini pun akan sangat berpengaruh pada terjadinya proses dekomposisi,, manusia berperan sebagai orgaanisme yang mempercepat proses dekomposisi yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang dapat mempercepat proses dekomposisi (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014 ).

2.3. Keuntungan atau Pentingnya Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi diperlukan karena memilki beberapa keuntungan baik bagi tumbuhan ataupun kelangsungan daur ekosistem, adapun beberapa keuntungan atau pentingnya  proses dekomposisi yang dipoinkan secara umum oleh Mater (2012) dan Indra (2008) yakni dapat dilihat sebagai berikut:
1)             Mengubah sampah organik menjadi kompos,

2)             Memanfaatkan fauna tanah dan atau akar tanaman,

3)             Meningkatkan kesuburan tanah,

4)             Mengandung senyawa pengikat bahan toksin dalam air dan tanah,

5)             Meningkatkan kesuburan tanah, dan

6)             Penghasil sumber makanan untuk tumbuhan.


BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan praktikum dasar-dasar ekologi dilaksanakan selama dua bulan pada hari rabu, 7 September 2016, pukul 15.00-18.45 dan berakhir pada bulan Oktober. Praktikum ini dilaksanakan pada Lab. Aglimatologi & Statistika dan Teaching Farm (exfam).
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada pelaksanaan praktikum ekologi adalah : cangkul, sekop, cutter, oven, timbangan dan alat tulis menulis.                                            
 Sedangkan bahan yang digunakan pada pelaksanaan antara lain: 3 jenis daun (Bungur, Kupu-kupu, dan Ki Hujan), polybag (30 × 40) cm, label, plastik gula, dan tanah.
3.3. Perlakuan
Perlakuan yang dicobakan adalah proses dekomposisi daun dari 3 jenis tanaman (A, B, dan C) masing-masing terdiri dari: daun segar yang dicacah (1) dan daun kering yang dicacah (2) sehingga terdapat 6 perlakuan. Setiap perlakuan, diambil masing-masing seberat 10g lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk kemudian disimpan dalam polybag.           
3.4. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan dalam praktikum adalah sebagai berikutL:
1.      Menyiapkan polybag berisi tanah  bagian.
2.      Menyiapkan 4 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3.      Mencacah dan menimbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastik yang telah dilubangi, masing-masing 2 kantong.
4.      Memerhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah.
5.      Memasukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan tanah hingga penuh.
6.      Setelah 1 bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang beratnnya. Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7.      Setelah 2 bulan, ambillah kantong kedua pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang beratnya.
8.      Komponen yang diamati yaitu laju dekomposisi.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 1.1 Hasil penimbangan sebelum dan setelah oven (perlakuan 1)
Jenis Daun
Berat awal (gram)
Sebelum di oven
Setelah di oven
Bungur Kering
10
13,9 gram
9,5 gram
Bungur Basah
10
2,7 gram
1,0 gram
Kupu-kupu Kering
10
10,78 gram
8,5 gram
Kupu-kupu Basah
10
2,8 gram
1,2 gram
Ki Hujan Kering
10
11,5 gram
9,2 gram
Ki Hujan Basah
10
5,8 gram
2,4 gram

Tabel 1.2 Hasil penimbangan sebelum dan setelah oven (perlakuan 2)
Jenis Daun
Berat awal (gram)
Sebelum di oven
Setelah di oven
Bungur Kering
10
13,0 gram
10,48 gram
Bungur Basah
10
2,9 gram
1,30 gram
Kupu-kupu Kering
10
9,5 gram
8,86 gram
Kupu-kupu Basah
10
2,6 gram
1,18 gram
Ki Hujan Kering
10
10,1 gram
9,91 gram
Ki Hujan Basah
10
2,8 gram
2,49 gram

Tabel 1.3 Pengamatan fisik
Jenis Daun
Tekstur
Warna
Aroma
Bungur Kering
Lentur
Hijau ARMY
-
Bungur Basah
Kaku,padat
Hitam
-
Kupu-kupu Kering
Agak lentur
Coklat Kehijauan
-
Kupu-kupu Basah
Kaku, mudah pecah
Hitam
-
Ki Hujan Kering
Agak kaku
Coklat peru
-
Ki Hujan Basah
Lentur, lemas bila dikibaskan
Coklat
-




Tabel 1.4 Hasil laju dekomposisi perlakuan 1
Jenis Daun
Laju Dekomposisi sebelum di oven (%)
Laju Dekomposisi setelah di oven (%)
Bungur Kering
-13
14,67
Bungur Basah
24,33
5,67
Kupu-kupu Kering
-2,6
7,6
Kupu-kupu Basah
24
5,3
Ki Hujan Kering
-5
7,67
Ki Hujan Basah
14
11,33

Tabel 1.5 Hasil laju dekomposisi perlakuan 2
Jenis Daun
Laju Dekomposisi sebelum di oven (%)
Laju Dekomposisi setelah di oven (%)
Bungur Kering
-5
 4.2
Bungur Basah
11,83
2,67
Kupu-kupu Kering
0,83
1,07
Kupu-kupu Basah
12,33
2,37
Ki Hujan Kering
-0,17
0,32
Ki Hujan Basah
12
0,52

4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui hasil penimbangan sebelum dan setelah di oven untuk perlakuan 1 dengan masing-masing berat awal vegetasi 10 gram. Berat vegetasi berturut-turut sebelum oven 13,9 gram, 2,7 gram, 10,78 gram, 2,8 gram, 11,5 gram dan 5,8 gram sedangkan berat setelah oven berturut-turut 9,5 gram, 1,0 gram, 8,5 gram, 1,2 gram, 9,2 gram, 2,4 gram.
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui hasil penimbangan sebelum dan setelah di oven untuk perlakuan 2 dengan masing-masing berat awal vegetasi 10 gram. Berat vegetasi berturut-turut sebelum oven 13,0 gram, 2,9 gram, 9,5 gram, 2,6  gram, 10,1  gram dan 2,8 gram sedangkan berat setelah oven berturut-turut 10,48 gram, 1,30 gram, 8,86 gram, 1,18 gram, 9,91 gram, 2,49 gram.
Secara umum kedua perlakuan memiliki ciri-ciri dan warna yang sama yaitu pada tekstur bungur kering memiliki tekstur yang lentur dan berwarna hijau ARMY, bungur basah memiliki tekstur yang kaku, padat dan berwarna hitam, kupu-kupu kering memiliki tekstur yang agak lentur dan berwarna coklat kehijauan, kupu-kupu basah memiliki tekstur yang kaku, mudah pecah dan berwarna hitam, ki hujan kering memiliki tekstur yang agak kaku dan berwarna coklat peru, dan ki hujan basah memiliki tekstur yang lentur, lemas bila dikibaskan dan berwarna coklat.
Pada perlakuan 1 tabel 1.4 memberi informasi laju dekomposisi sebelum dan sesudah oven. Laju dekomposisi sebelum oven berturut-turut -13; 24,33; -2,6; 24; -5; dan 4 sedangkan laju dekomposisi setelah oven berturut-turut 14,67; 5,67; 7,6; 5,3; 7,67; dan 11,33.
Pada perlakuan 2 tabel 1.5 memberi informasi laju dekomposisi sebelum dan sesudah oven. Laju dekomposisi sebelum oven berturut-turut -5; 11,83; 0,83; 12,33; -0,17; dan 12 sedangkan laju dekomposisi setelah oven berturut-turut 4,2; 2,67; 1,07; 2,37; 0,32; dan 0,52.
Berdasarkan data tabel 1.1. dan 1.2 diatas dapat dilihat bahwa perbandingan antara perlakuan 1 dan perlakuan 2 dimana bobot kering serasah cenderung hanya memiliki perbandingan yang tidak terlalu signifikan karena lingkungan yang digunakan sama walaupun jenis substrat berbeda hal ini sejalan dengan hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Syamsurisal (2011), yang menyatakan bahwa kelimpahan mikroba (dekomposer) banyak terdapat di daerah muara sungai yang bersubstrat lumpur yang mengandung banyak bahan organik.
Berdasarkam data tabel 1.3 diatas dapat pula ditentukan laju dekomposisi dimana daun dengan warna yang lebih terang atau terlalu gelap dan tekstur mudah pecah  dan kaku laju dekomposisi cendrung lambat yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kandungan lignin, selulosa dan karbohidrat. Dimana lignin adalah senyawa yang sulit terdekomposisi. Hal ini sejalan  dengan yang dinyatakan Yustian (2010) kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap luntur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasaah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan serasah dipermukaan tanah menjadi lebih lama.
Berdasarkan data tabel 1.4 dan 1.5 laju dekomposisi lebih cepat pada perlakuan 1 karena lama waktu yang digunakan pada perlakuan 1 jauh lebih singkat dibanding perlakuan 2 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, faktor waktu, suhu dan lingkunag dalam pengukuran dekomposisi serasah daun memiliki pengaruh sangat nyata terhadap laju penghancuran serasah. Karena factor waktu berkaitan sangat erat dengan faktor lingkungan, maka dapat dinyatakan bahwa factor lingkungan sangat nyata pengaruhnya terhadap laju dekomposisi serasah. (Setiadi, 1989 dikutip oleh Rismunandar, 2000) menyatakan bahwa proses dekomposisi bahan organik di  dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Peningkatan suhu tanah dapat merangsang kegiatan metabolisme flora mikro untuk mempercepat lajunya proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO2 dengan demikian akan terdapat suatu peningkatan di dalam laju arus energi di dalam sistemnya).


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dilapangan selama beberapa minggu dan setelah dilakukan penovenan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Setelah praktikum dapat diketahui proses dan tingkat dekomposisi pada beberapa jenis vegetasi pohon.
2.      dapat diketahui faktor yang mempengaruhi kecepatan laju dekomposisi yaitu kandungan serasah itu sendiri, lingkungan, dan beberapa faktor lainnya.
5.2. Saran
            Pada pelaksanaan praktikum sebaiknya harus benar-benar memperhatikan aturan yang ditetapkan pada praktikum misalnya pada pencacahan daun diberikan arahan agar memotong daun hingga benar-benar kecil dan tidak memberikan ruang udara pada vegetasi dalam plastik sebelum waktu penanaman di plot.



DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, P. 2002. Dekomposisi Serasah Mangrove. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah-ECOTON.
Hardiwinoto, S. Haryono, S. Fasis, M. Sambas, S. 1994. Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Tingkat Dekomposisi. 2(4):25-36.
Master, Jani. 2012 .Dekomposisi. http:// staff.unila.ac.id/janter/ 2012/09/17/ dekomposisi/. Di akses 8/9/2016.
Saputra, Muh. Rizki. 2014. Makalah Ekologi Tumbuhan Produksi Serasah dan Dekomposisi. http://muhammad03putra.blogspot.co.id/2014/11/makalah-ekologi-tumbuhan-produksi.html. Diakses 8/9/2016.
Tim Ipb. 2016. Resapkan Air Hujan Menjadi Air Tanah. http:// www.biopori.com/ keunggulan_lbr.php. Institut Pertanian Bogor. Di akses 8/9/2016.
Tim Penyusun Penuntun Ekologi. 2016. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Zamroni, Y. dan Immy, S. R. 2008.  Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Volume 9, Nomor 4 Oktober 2008, Halaman: 284-287.


LAMPIRAN
a. Perhitungan
Laju dekomposisi yang dipersenkan
R =  x100%
Keterangan:
W0         : Berat serasah awal
Wt         : Berat serasah setelah waktu t
t             : waktu dalam hari
R            : laju dekomposisi
Perlakuan 1
Sebelum oven


RBK    =  x100%
 =  x100%
              =  x100%
              = -13
RBB       =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 24,33
RKK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = -2,6
RKB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 24
RHK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = -5
RHB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 14

Setelah Oven


RBK    =  x100%
 =  x100%
              =  x100%
              = 14,67
RBB     =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 5,67
RKK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 7,6
RKB =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 5,3
RHK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 7,67
RHB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 11,33



Perlakuan 2


Sebelum oven


RBK    =  x100%
 =  x100%
              =  x100%
              = -5
RBB     =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 11,83
RKK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 0,83
RKB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 12,33
RHK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = -0,17
RHB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 12


Setelah Oven


RBK    =  x100%
 =  x100%
              =  x100%
              = 4,2
RBB     =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 2,67
RKK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 1,07
RKB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 2,37
RHK    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              = 0,32
RHB    =  x100%
              =  x100%
              =  x100%
              =0,52

Keterangan:
RBK    : Laju Dekomposisi Bungur Kering
RBB    : Laju Dekomposisi Bungur Basah
RKK   : Laju Dekomposisi Kupu-kupu Kering
RKB    : Laju Dekomposisi Kupu-kupu Basah
RHK   : Laju Dekomposisi Ki Hujan Kering
RHB    : Laju Dekomposisi Ki Hujan Basah

  b.  Dokumentasi






Gambar 1.1 Penanaman vegetasi pada polybag




Gambar  1.2 Penimbangan vegetasi perlakuan 1 setelah oven






Gambar  1.3 Penimbangan vegetasi perlakuan 2 setelah oven


PS: Laporan diatas merupakan salah satu  laporan pada semester 1, saya harap laporan diatas dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Saya harap jangan di copy paste tanpa seizin saya dan tanpa menyertakan blog asalnya. Silahkan di share agar lebih berguna. Terima Kasih atas kunjungannya. By Safira Maynar (safiramaynar.blogspot.com)








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Proses Membuat Sabun

Ini Tugas kimia Terakhir Kami. Semoga Bermanfaat!!!! LAPORAN KIMIA “PROSES MEMBUAT SABUN” OLEH: Kelompok III KELAS : XII IPA_1 v A. Alda Widayanti v A. Patma Ulandari v A. Sugianka v Aldi Adriandi v Astia Mayang Sari v Elma Dwi Handayani v Hesti v Irawati v Irsandi v Muhammad Ade Zaini Akbar Nasution v Safira Maynar v Syarif Alkadri Dasi SMA NEGERI 1 LAPPARIAJA TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Kata Pengantar Bismillaahirrahmaanirrahiim.... Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya lah. Kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Proses Membuat Sabun” dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Kimia. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Maka dari itu kami membutuhkan saran dan kritik dari para pembaca yang sifatnya memba

KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP MASYARAKAT MARITIM (WSBM)

MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM “KONSEP MASYARAKAT DAN KONSEP MASYARAKAT MARITIM” Kelompok I 1.       Ainun Wulandari 2.       Khaerunnisa Nasir 3.       Nur Mujahidah 4.       Safira Maynar 5.       Mariam Umar 6.       Nur Yuliaindah 7.       Fauziah Achriani Ramlan 8.       Rachmat Hidayat AM 9.       Melki Dende B 10.   Rahmat Thabrani Ashari Amir 11.   M. Yusuf Hasbianto 12.   Nur Isnain Mustakin 13.   Nur Rahmah 14.   Putri Miranty 15.   Errina Risti Rezeki 16.   Abdul Rady Syam 17.   Ahmad Fatahillah PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016   PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dunia ada banyak individu yang tersebar diseluruh dunia, mereka membentuk sebuah sistem yang saling berikatan dan mempunyai ketergantungan antara satu individu dengan individu lainnya yang tidak dapat dipisahkan dan umumnya individu dalam ketergantungannya membentuk kelompok, kelompok