Laporan Praktikum
Dasar-Dasar Ekologi
DEKOMPOSISI
Nama : Safira Maynar
Nim : G11116537
Kelas : Ekologi B
Kelompok : 3 (Tiga)
Asisten
: Supyan At Shauri & Siti Halima
PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASSANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Dekomposisi merupakan salah satu
tingkatan yang paling penting dalam daur biogeokimia. Tingkat dekomposisi
merupakan suatu keadaan ketika unsur-unsur hara akan diserap kembali oleh
tanaman, sebagian besar hara yang dikembalikan adalah dalam bentuk serasah yang
tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan tetapi harus melalui proses
dekomposisi terlebih dahulu. Proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi
oleh kualitas serasah tersebut (sifat fisik dan kimia) dan beberapa faktor
lingkungan yang memiliki peran penting seperti
organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembapan tempat proses
dekomposisi berlangsung (Tim Penyusun Penuntun Ekologi,
2016).
Dekomposisi
merupakan proses penting dalam fungsi ekologi. Organisme-organisme yang telah
mati akan mengalami
penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil lagi (Arisandi, 2002). Serasah
dapat menciptakan lingkungan mikro setempat berbeda dengan pelepasan nutrisi
atau campuran phytotoxic selama pembusukannya, mengurangi erosi lahan
dan evapotranspiration (tetapi mungkin juga menahan curah hujan) dan mengurangi
temperatur tanah maksimum. Serasah juga dapat bertindak sebagai suatu faktor
mekanik, merusakkan atau membunuh semai ketika gugur ke tanah. Disana dapat
juga terjadi efek tidak langsung pada serasah daun, sebagai contoh, kelembaban
yang lebih tinggi di dalam lapisan serasah dapat menunjang pertumbuhan jamur
patogen yang dapat kemudian menyerang semai ssehingga menyebabkan kegagalan tumbuh (Zamroni,
2008).
Dekomposisi
merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik (bahan-bahan
hayati yang telah mati). Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan
ciri-ciri daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman. Proses
dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan: tahap dekomposisi
aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini
disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat.
Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri methanoigenesis
tinggi proses. Suhu dan kelembaban udara mempengaruhi jatuhkan serasah
tumbuhan. Naiknya suhu udara akan menyebabkan menurunnya kelembaban udara
sehingga transpirasi akan meningkat, dan untuk menguranginya maka daun harus
segera digugurkan (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008). Menurut Soeroyo
(2003) dalam Zamroni dan Immy 2008, faktor lain yang mempengaruhi
guguran serasah adalah curah hujan. Dekomposisi berlangsung melalui
transformasi energi di dalam dan di antara organisme-organisme. Proses
dekomposisi merupakan fungsi yang sangat penting, sebab jika proses ini tidak
terjadi, semua makanan akan terikat pada tubuh-tubuh mati, dan dunia ini akan
penuh oleh sisa-sisa dan bangkai-bangkai. Penghancuran untuk setiap tumbuhan
dan binatang mati tidak sama. Lemak, gula, dan protein dapat segera dibusukkan
akan tetapi selulosa, lignin, kayu lama sekali dihancurkannya. Demikian juga
chitin, rambut, dan tulang-tulang binatang sangat sukar dihancurkan (Irwan, 2012 dalam Saputra, 2014).
Tahap-tahap
dekomposisi adalah sebagai berikut :
1.
Pembentukan butiran-butiran kecil,
sisa-sisa oleh aksi secara biologi.
2.
Produksi humus yang relatif cepat
serta pelepasan organik-organik yang larut oleh saprotrop-saprotrop.
Irwan (2012) dalam Saputra, 2014 menyatakan dalam proses
dekomposisi dihasilkan pula berbagai berbagai zat kimia yang mempunyai dampak
positif sebagai perangsang pertumbuhan dan mempunyai dampak negative sebagai
penghambat pertumbuhan. Zat yang dihasilkan tersebut disebut dengan hormon
lingkungan. Seabagai mikroorganisme mempunyai fungsi di dalam ekosistem selain
untuk mengatur keperluan guna kelangsungan kehidupan sendiri adalah juga
sebagai :
1.
Mineralisasi
bahan-bahan organik yang telah mati.
2.
Menghasilkan
makanan untuk organisme lain.
3.
Menghasilkan
zat kimia yang disebut dengan hormon lingkungan.
1.2. Tujuan
dan Kegunaan
Percobaan bertujuan
untuk mengetahui proses dan tingkat dekomposisi daun dari beberapa vegetasi
pohon.
Percobaan diharapkan dapat memberikan
pemahaman tentang proses dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju
dekomposisi bahan tanaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dekomposisi Secara
Umum
Dekomposisi
adalah perubahan fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah
(bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga mineralisasi
yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman
menjadi senyawa-senyawa organik sederhana (Sutedjo et al. 1991).
Dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan beberapa
faktor (Dezzeo et al. 1998 dalam Staf Unila 2012).
Sampah
daun, ranting- ranting dan kayu
yang mencapai tanah akan membusuk dan secara bertahap akan dimasukkan ke dalam
horizon mineral tanah melalui aktivitas organisme tanah. Dekomposisi merupakan
suatu proses yang terjadi pada setiap bahan organik (bahan-bahan hayati yang
telah mati). Tanaman yang gugur akan mengalami dekomposisi dengan ciri-ciri
daunnya hancur seperti tanah dengan warna coklat kehitaman yang menunjukkan tingkat dekomposisinya. Proses
dekomposisi secara umum terjadi pada tiga tahapan: tahap dekomposisi
aerobik yang mendominasi seluruh proses, prosesnya sangat pendek hal ini
disebabkan karena jumlah oksigen yang terbatas, BOD tinggi hasil sampah darat.
Tahap kedua dari proses anerobik terjadi ketika jumlah populasi bakteri
methanoigenesis tinggi proses (Salisbury, 1992 dalam Zamroni, 2008).
2.2. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Laju Dekompoisisi
Proses dekomposisi serasah antara
lain dipengaruhi oleh kualitas (sifat fisika dan kimia) serasah tersebut dan
beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang terdiri dari organisme dalam
tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Faktor
penting yang berpengaruh terhadap proses dekomposisi suatu bahan atau serasah
adalah kualitas (sifat fisika dan kimia). Tingkat kekerasan daun dan beberapa
sifat kimia seperti kandungan awal (initial content) lignin, selulosa,
dan karbohidrat berpengaruh terhadap tingkat dekomposisi serasah daun (Hardiwinoto,
1994).
Osono
dan takeda (2006) dalam Saputra, 2014, menambahkan bahwa kecepatan dekomposisi serasah daun
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1)
Tipe serasah
Kandungan
senyawa yang terkandung di dalam seresah seperti kandungan lignin, selulosa,
dan karbohidratnya. Tipe seresah mempengaruhi kemampuan suatu mikroba untuk
mendekomposisi senyawa-senyawa kompleks yang terkandung di dalam seresah,
dimana lignin akan lebih susah untuk didekomposisi, selanjutnya selulosa dan
gula sederhana adalah senyawa berikutnya yang relatif cepat didekomposisi.
2)
Temperatur
Donelly et
al. (1990) dalam Saputra, 2014, menyatakan
bahwa kecepatan dekomposisi tertinggi ditunjukan pada suhu 24 ºC. Suhu
merupakan parameter fisika yang mempengaruhi sifat fisiologi mikroorganisme
yang hidup lingkungan tersebut. Setiap peningkatan suhu sebesar 10oC
akan meningkatkan laju metabolisme organisme menjadi dua kali lipat (Nontji et
al., 1980). Akan tetapi penambahan suhu maksimal dapat mematikan
mikroorganisme pendegradasi seresah.
3)
Pengaruh pH
Aktivitas
enzim selulase dipengaruhi oleh pH, dimana aktivitas selulase yang tinggi
menurut Kulp (1975), bahwa pH optimum untuk aktivitas selulase kapang berkisar
antara 4,5-6,5. Enzim pada umumnya hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas.
Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua
sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas
enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan
tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH (Irawadi,
1991) dalam Saputra, 2014.
Tingkat
penutupan (tebal tipisnya) lapisan serasah pada permukaan tanah berhubungan
erat dengan laju dekomposisinya (pelapukannya). Semakin lebat terdekomposisi
maka keberadaannya dipermukaan tanah menjadi lebih lama (Hairiah et al., 2000) dalam Saputra, 2014.
Barbour et al., (1987) dalam Saputra, 2014 mengatakan bahwa laju dekomposisi serasah berbeda
antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya. Laju ini terutama dipengaruhi
oleh kelembapan udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari
serasah.
4) Iklim
Hal ini menjadi penting karena iklim dapat
memperlambat bahkan mempercepat terjadinya proses dekomposisi seperti curah
hujan, angina, dan suhu pada saat proses berlangsung (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
5) Tipe Penggunaan Lahan
Tipe
penggunaan lahan dimana lahan tersebut berfungsi sebagai sumber bahan organik
yang baik bagi lahan tersebut yaitu ditumbuhi tanaman yang dapat mengalami dekomposisi (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
6) Bentuk Lahan
Hal
ini membantu dekomposisi pada proses pengumpulan bahan-bahan organik tersebut yaitu pada saat
pengambilan bahan akan diperoleh bahan yang pada daerah yang tidak terjal
dimana bahan akan tertampung sedangkan pada daerah yang mempunyai keemiringan
tinggi kemungkinan bahan akan ikut dengan air hujan menuju kebawah (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014).
7) Adanya Kegiatan Manusia
Adanya
kegiatan manusia ini pun akan sangat berpengaruh pada terjadinya proses
dekomposisi,, manusia berperan sebagai orgaanisme yang mempercepat proses
dekomposisi yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang dapat mempercepat proses
dekomposisi (Bohn, 1979 dalam Saputra, 2014 ).
2.3. Keuntungan atau Pentingnya Proses
Dekomposisi
Proses
dekomposisi diperlukan karena memilki beberapa keuntungan baik bagi tumbuhan
ataupun kelangsungan daur ekosistem, adapun beberapa keuntungan atau
pentingnya proses dekomposisi yang dipoinkan secara umum oleh Mater (2012) dan Indra (2008) yakni dapat dilihat sebagai berikut:
1)
Mengubah sampah organik menjadi kompos,
2)
Memanfaatkan
fauna tanah dan atau akar tanaman,
3)
Meningkatkan
kesuburan tanah,
4)
Mengandung
senyawa pengikat bahan toksin dalam air dan tanah,
5)
Meningkatkan kesuburan tanah,
dan
6)
Penghasil sumber makanan untuk
tumbuhan.
BAB III
METODOLOGI
3.1.
Waktu dan Tempat
Waktu
pelaksanaan praktikum dasar-dasar ekologi dilaksanakan selama dua bulan pada
hari rabu, 7 September 2016, pukul 15.00-18.45 dan berakhir pada bulan Oktober.
Praktikum ini dilaksanakan pada Lab. Aglimatologi & Statistika dan Teaching
Farm (exfam).
3.2.
Alat dan Bahan
Alat-alat
yang digunakan pada pelaksanaan
praktikum ekologi adalah : cangkul, sekop, cutter, oven, timbangan dan alat
tulis menulis.
Sedangkan
bahan yang digunakan pada pelaksanaan antara lain: 3 jenis daun (Bungur, Kupu-kupu,
dan Ki Hujan), polybag (30 × 40) cm, label, plastik gula, dan tanah.
3.3.
Perlakuan
Perlakuan yang dicobakan adalah proses dekomposisi
daun dari 3 jenis tanaman (A, B, dan C) masing-masing terdiri dari: daun segar
yang dicacah (1) dan daun kering yang dicacah (2) sehingga terdapat 6
perlakuan. Setiap perlakuan, diambil masing-masing seberat 10g lalu dimasukkan
ke dalam kantong plastik untuk kemudian disimpan dalam polybag.
3.4.
Metode Pelaksanaan
Metode
pelaksanaan dalam praktikum adalah sebagai berikutL:
1.
Menyiapkan
polybag berisi tanah
bagian.
2.
Menyiapkan
4 jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.
3.
Mencacah
dan menimbang, kemudian masukkan kedalam kantong plastik yang telah dilubangi,
masing-masing 2 kantong.
4.
Memerhatikan
sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah.
5.
Memasukkan
kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan tanah hingga
penuh.
6.
Setelah
1 bulan, ambillah kantong pertama pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat
fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang beratnnya.
Polybag tersebut ditimbun kembali dengan tanah.
7.
Setelah
2 bulan, ambillah kantong kedua pada setiap polybag, perhatikan kembali sifat
fisik dan kimia daun tersebut, keringkan dalam oven kemudian timbang beratnya.
8.
Komponen
yang diamati yaitu laju dekomposisi.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel
1.1 Hasil penimbangan sebelum dan setelah oven (perlakuan 1)
Jenis
Daun
|
Berat
awal (gram)
|
Sebelum
di oven
|
Setelah
di oven
|
Bungur Kering
|
10
|
13,9 gram
|
9,5 gram
|
Bungur Basah
|
10
|
2,7 gram
|
1,0 gram
|
Kupu-kupu Kering
|
10
|
10,78 gram
|
8,5 gram
|
Kupu-kupu Basah
|
10
|
2,8 gram
|
1,2 gram
|
Ki Hujan Kering
|
10
|
11,5 gram
|
9,2 gram
|
Ki Hujan Basah
|
10
|
5,8 gram
|
2,4 gram
|
Tabel
1.2 Hasil penimbangan sebelum dan setelah oven (perlakuan 2)
Jenis
Daun
|
Berat
awal (gram)
|
Sebelum
di oven
|
Setelah
di oven
|
Bungur Kering
|
10
|
13,0 gram
|
10,48 gram
|
Bungur Basah
|
10
|
2,9 gram
|
1,30 gram
|
Kupu-kupu Kering
|
10
|
9,5 gram
|
8,86 gram
|
Kupu-kupu Basah
|
10
|
2,6 gram
|
1,18 gram
|
Ki Hujan Kering
|
10
|
10,1 gram
|
9,91 gram
|
Ki Hujan Basah
|
10
|
2,8 gram
|
2,49 gram
|
Tabel
1.3 Pengamatan fisik
Jenis
Daun
|
Tekstur
|
Warna
|
Aroma
|
Bungur Kering
|
Lentur
|
Hijau ARMY
|
-
|
Bungur Basah
|
Kaku,padat
|
Hitam
|
-
|
Kupu-kupu Kering
|
Agak lentur
|
Coklat Kehijauan
|
-
|
Kupu-kupu Basah
|
Kaku, mudah pecah
|
Hitam
|
-
|
Ki Hujan Kering
|
Agak kaku
|
Coklat peru
|
-
|
Ki Hujan Basah
|
Lentur, lemas bila dikibaskan
|
Coklat
|
-
|
Tabel
1.4 Hasil laju dekomposisi perlakuan 1
Jenis Daun
|
Laju Dekomposisi sebelum di oven (%)
|
Laju Dekomposisi setelah di oven (%)
|
Bungur Kering
|
-13
|
14,67
|
Bungur Basah
|
24,33
|
5,67
|
Kupu-kupu Kering
|
-2,6
|
7,6
|
Kupu-kupu Basah
|
24
|
5,3
|
Ki Hujan Kering
|
-5
|
7,67
|
Ki Hujan Basah
|
14
|
11,33
|
Tabel
1.5 Hasil laju dekomposisi perlakuan 2
Jenis Daun
|
Laju Dekomposisi sebelum di oven (%)
|
Laju Dekomposisi setelah di oven (%)
|
Bungur Kering
|
-5
|
4.2
|
Bungur Basah
|
11,83
|
2,67
|
Kupu-kupu Kering
|
0,83
|
1,07
|
Kupu-kupu Basah
|
12,33
|
2,37
|
Ki Hujan Kering
|
-0,17
|
0,32
|
Ki Hujan Basah
|
12
|
0,52
|
4.2. Pembahasan
Berdasarkan tabel 1.1 dapat
diketahui hasil penimbangan sebelum dan setelah di oven untuk perlakuan 1
dengan masing-masing berat awal vegetasi 10 gram. Berat vegetasi berturut-turut
sebelum oven 13,9 gram, 2,7 gram, 10,78 gram, 2,8 gram, 11,5 gram dan 5,8 gram sedangkan
berat setelah oven berturut-turut 9,5 gram, 1,0 gram, 8,5 gram, 1,2 gram, 9,2
gram, 2,4 gram.
Berdasarkan tabel 1.2 dapat
diketahui hasil penimbangan sebelum dan setelah di oven untuk perlakuan 2
dengan masing-masing berat awal vegetasi 10 gram. Berat vegetasi berturut-turut
sebelum oven 13,0 gram, 2,9 gram, 9,5 gram, 2,6
gram, 10,1 gram dan 2,8 gram
sedangkan berat setelah oven berturut-turut 10,48 gram, 1,30 gram, 8,86 gram,
1,18 gram, 9,91 gram, 2,49 gram.
Secara umum kedua perlakuan
memiliki ciri-ciri dan warna yang sama yaitu pada tekstur bungur kering
memiliki tekstur yang lentur dan berwarna hijau ARMY, bungur basah memiliki
tekstur yang kaku, padat dan berwarna hitam, kupu-kupu kering memiliki tekstur
yang agak lentur dan berwarna coklat kehijauan, kupu-kupu basah memiliki
tekstur yang kaku, mudah pecah dan berwarna hitam, ki hujan kering memiliki
tekstur yang agak kaku dan berwarna coklat peru, dan ki hujan basah memiliki
tekstur yang lentur, lemas bila dikibaskan dan berwarna coklat.
Pada perlakuan 1 tabel 1.4
memberi informasi laju dekomposisi sebelum dan sesudah oven. Laju dekomposisi
sebelum oven berturut-turut -13; 24,33; -2,6; 24; -5; dan 4 sedangkan laju
dekomposisi setelah oven berturut-turut 14,67; 5,67; 7,6; 5,3; 7,67; dan 11,33.
Pada perlakuan 2 tabel 1.5
memberi informasi laju dekomposisi sebelum dan sesudah oven. Laju dekomposisi
sebelum oven berturut-turut -5; 11,83; 0,83; 12,33; -0,17; dan 12 sedangkan
laju dekomposisi setelah oven berturut-turut 4,2; 2,67; 1,07; 2,37; 0,32; dan
0,52.
Berdasarkan data tabel 1.1.
dan 1.2 diatas dapat dilihat bahwa perbandingan antara perlakuan 1 dan
perlakuan 2 dimana bobot kering serasah cenderung hanya memiliki perbandingan
yang tidak terlalu signifikan karena lingkungan yang digunakan sama walaupun
jenis substrat berbeda hal ini sejalan dengan hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Syamsurisal
(2011), yang
menyatakan bahwa kelimpahan mikroba (dekomposer)
banyak terdapat di daerah muara sungai yang bersubstrat lumpur yang mengandung banyak
bahan organik.
Berdasarkam data tabel 1.3
diatas dapat pula ditentukan laju dekomposisi dimana daun dengan warna yang
lebih terang atau terlalu gelap dan tekstur mudah pecah dan kaku laju dekomposisi cendrung lambat yang
dapat digunakan sebagai tolak ukur kandungan lignin, selulosa dan karbohidrat.
Dimana lignin adalah senyawa yang sulit terdekomposisi. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Yustian (2010)
kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan
kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila
dikibaskan daun tetap luntur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna
daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi yang tajam dan bila
dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasaah yang beragam
akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas
serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin
lambat lapuk maka keberadaan serasah dipermukaan tanah menjadi lebih lama.
Berdasarkan data tabel 1.4
dan 1.5 laju dekomposisi lebih cepat pada perlakuan 1 karena lama waktu yang
digunakan pada perlakuan 1 jauh lebih singkat dibanding perlakuan 2 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, faktor waktu, suhu
dan lingkunag dalam pengukuran dekomposisi serasah
daun memiliki pengaruh sangat nyata terhadap laju penghancuran serasah. Karena
factor
waktu berkaitan sangat erat dengan faktor lingkungan,
maka dapat dinyatakan bahwa factor lingkungan
sangat nyata pengaruhnya terhadap laju dekomposisi serasah. (Setiadi, 1989 dikutip oleh Rismunandar, 2000) menyatakan bahwa
proses dekomposisi bahan organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Peningkatan suhu tanah dapat merangsang
kegiatan metabolisme flora mikro untuk mempercepat lajunya proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO2
dengan demikian akan terdapat suatu peningkatan
di dalam laju arus energi di dalam sistemnya).
BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang
telah dilakukan dilapangan selama beberapa minggu dan setelah dilakukan
penovenan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah
praktikum dapat diketahui proses dan tingkat dekomposisi pada beberapa jenis
vegetasi pohon.
2. dapat diketahui
faktor yang mempengaruhi kecepatan laju dekomposisi yaitu kandungan serasah itu
sendiri, lingkungan, dan beberapa faktor lainnya.
5.2. Saran
Pada pelaksanaan
praktikum sebaiknya harus benar-benar memperhatikan aturan yang ditetapkan pada
praktikum misalnya pada pencacahan daun diberikan arahan agar memotong daun
hingga benar-benar kecil dan tidak memberikan ruang udara pada vegetasi dalam
plastik sebelum waktu penanaman di plot.
DAFTAR
PUSTAKA
Arisandi, P. 2002. Dekomposisi
Serasah Mangrove. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah-ECOTON.
Hardiwinoto, S.
Haryono, S. Fasis, M. Sambas, S. 1994. Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Tingkat
Dekomposisi. 2(4):25-36.
Indra. 2008. Faktor
Yang Mempengaruhi Laju Pengomposan. http: //petroganik.
blogspot.co.id/2008/06/ faktor-yang-mempengaruhi-laju.html. Di akses 8/9/2016.
Master, Jani. 2012 .Dekomposisi.
http:// staff.unila.ac.id/janter/ 2012/09/17/ dekomposisi/. Di akses 8/9/2016.
Saputra, Muh. Rizki. 2014. Makalah
Ekologi Tumbuhan Produksi Serasah dan Dekomposisi. http://muhammad03putra.blogspot.co.id/2014/11/makalah-ekologi-tumbuhan-produksi.html.
Diakses 8/9/2016.
Tim Ipb. 2016. Resapkan Air Hujan Menjadi Air Tanah. http://
www.biopori.com/ keunggulan_lbr.php. Institut Pertanian Bogor. Di
akses 8/9/2016.
Tim
Penyusun Penuntun Ekologi. 2016. Penuntun
Praktikum Dasar-Dasar Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Zamroni, Y. dan Immy,
S. R. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok
Barat. Volume 9, Nomor 4 Oktober 2008, Halaman: 284-287.
LAMPIRAN
a. Perhitungan
Laju dekomposisi yang dipersenkan
R =
x100%
Keterangan:
W0 : Berat serasah awal
Wt : Berat serasah setelah
waktu t
t : waktu dalam hari
R : laju dekomposisi
Perlakuan 1
Sebelum oven
RBK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= -13
RBB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 24,33
RKK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= -2,6
RKB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 24
RHK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= -5
RHB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 14
Setelah Oven
RBK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 14,67
RBB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 5,67
RKK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 7,6
RKB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 5,3
RHK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 7,67
RHB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 11,33
Perlakuan 2
Sebelum oven
RBK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= -5
RBB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 11,83
RKK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 0,83
RKB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 12,33
RHK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= -0,17
RHB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 12
Setelah Oven
RBK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 4,2
RBB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 2,67
RKK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 1,07
RKB =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 2,37
RHK =
x100%
=
x100%
=
x100%
= 0,32
RHB =
x100%
=
x100%
=
x100%
=0,52
Keterangan:
RBK : Laju Dekomposisi Bungur Kering
RBB : Laju Dekomposisi Bungur Basah
RKK : Laju Dekomposisi Kupu-kupu Kering
RKB : Laju Dekomposisi Kupu-kupu Basah
RHK : Laju Dekomposisi Ki Hujan Kering
RHB : Laju Dekomposisi Ki Hujan Basah
b. Dokumentasi
Gambar 1.1 Penanaman vegetasi pada polybag
Gambar
1.2 Penimbangan vegetasi perlakuan 1 setelah oven
Gambar 1.3 Penimbangan vegetasi
perlakuan 2 setelah oven
Komentar
Posting Komentar