Langsung ke konten utama

Postingan

Petikan Buku "Bab: Optimis"

Part #1 dari Buku "Kemana Kaki Melangkah: Mencapai Kehidupan yang Menyenangkan" Karya: Hamad Shalih Asy Syatiwi Kata terbaik yang mungkin dapat kita gunakan untuk menggambarkan sikap optimis adalah, harapan akan kebaikan atau harapan akan terwujudnya hal baik. Orang yang optimis akan selalu mengharapkan terwujudnya hal yang baik di masa depan, sementara orang yang pesimis akan selalu menyangka terjadinya sesuatu yang buruk di masa datang.  Diantara sifat-sifat yang menonjol dari sang pengajar kebaikan, yakni Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, "kelapangan dada, sikap Ridha, dan optimis". Beliau adalah orang yang membawa kabar gembira, beliau melarang untuk membawa kesulitan dan membuat orang lari dan enggan menerima ajaran Islam. Beliau tidak mengenal putus asa dan frustasi. Senyuman adalah ciri khas beliau, Ridha dalam bersikap, kemudahan di dalam syariatnya, keseimbangan di dalam sunnahnya, dan kebahagiaan di dalam agamanya.  Rasulullah Shallahu ...
Postingan terbaru

Malam ke-27 Ramadhan 1445 H

 Malam ke-27 Ramadhan 1445 H Hai jiwa-jiwa yang keruh!  Adakah sedih ketika malam yang mulia semakin singkat?  Semakin sedikit waktu kita di penghujung bulan yang agung. Ramadhan akan beranjak, menangislah wahai jiwa. Tangisi dirimu, apakah gerangan yang membuatmu kalah? Tatkala setan telah dibelenggu.  Ramadhan sebentar lagi beranjak, begitu beratkah dosa yang kau pikul hingga setitik saja cahaya tak mampu menggerakkan lisanmu melantunkan doa sebagaimana yang diajarkan Rasulullah.  Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam jikalau kita bertemu dengan malam kemuliaan tersebut yaitu do’a:  "Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni"  (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–). Maka menangislah untuk dirimu, untuk kerasnya hatimu. Berdoalah untuknya semoga malam kemuliaan ini melunakkan kerasnya hati dan menghidupkan jiwa yang kosong. ...

Pilihan Allah

  Pilihan Allah Saya pernah bermimpi sukses sebagaimana yang digambarkan di bangku pendidikan formal. Bahkan Harvard masuk dalam list, kampus-kampus luar Sulawesi khususnya Bandung, Malang, dan Yogyakarta. Pilihan menjadi Dokter, Ilmuwan, Psikolog, adalah yang teratas dalam hal tersebut. Tidak pernah terlintas apa yang hari ini saya geluti.  Bermula dari SMA, ketika Allah memberi hidayah Alhamdulillah. Kemudian ada banyak jalan yang Allah beri dengan cara yang tentu tidak selalu sesuai keinginan, dari kegagalan, saran orang tua, melihat pilihan teman, hingga dengan pencarian sendiri.  Dari dulu kalau ditanya mau jadi apa? Hanya 2 jawaban teratas yang terlintas tidak ada yang lain. Penuh dengan keyakinan dalam menjawab, meski dengan pandangan dewasa ini saya menarik kesimpulan bahwa dengan keyakinan itu saya sebenarnya masih dalam proses "Pencarian Jati Diri", orang tua banyak membantu tanpa tuntutan yang berarti. Termasuk keinginan mengambil kesempatan di IPB dengan Jalur...

Menyesal, 2023 The End

  Sumber Ilustrasi: CXO Media Menyesal, 2023 The End Safira Maynar Apakah ada yang tidak pernah merasa menyesal selama hidup? Tentu tidak, setiap orang pernah merasakan yang namanya menyesal. Perasaan ini kerap di pandang negatif, tetapi tak jarang ada orang yang mampu mengambil sisi positif dari perasaan ini. Di masa ini dengan maraknya isu mental health penyesalan lebih sering menjadi masalah utama bagi seseorang dan mempengaruhi emosi secara kompleks. Penyesalan dalam Psikologi Menurut Neal J Roese (2005), penyesalan adalah emosi negatif yang muncul karena ada proses penarikan kesimpulan atas informasi-informasi yang kontrafaktual. Pada umumnya penyesalan muncul saat apa yang terjadi tidak sama dengan apa yang diharapkan. Hanya saja jika berhenti di definisi ini maka yang terjadi hanya kekecewaan, bukan penyesalan. Penyesalan secara spesifik berasal dari perbandingan antara hasil faktual (kenyataan) dan hasil yang mungkin terjadi jika seseorang memilih tindakan lain. Saat...

Sang Perindu

Laksana angin yang berembus  Merasuk ke dalam jiwa jiwa yang kosong Menjadi desau yang melegakan.. Begitulah cahaya Islam Merasuk kepada jiwa jiwa para perindu RabNya Rindu akan perjumpaan dengan RabNya Duhai jiwa yang lemah, Tak rindu ka engkau pada RabMu? Tak inginkan perjumpaan denganNya? Jika ya, mengapa jiwamu berada pada kekosongan? Kelam tak berujung, tersesat dalam lingkaran tak berujung, dimanakah muaranya? Kepada RabMu kah? Atau kepada dunia yang begitu fana... Sungguh sakit! Ketika rindu itu terpatri, tapi tak ada usaha, tak ada doa yang menyambut.. Hanya kelam yang merasuk, terbuai oleh waktu dan kenyamanan, melemah - lemahkan jiwa, berputus asa.. Betapa penuh nestapa dirimu, merindu tapi hanya omong kosong! Sakitlah sesakit-sakitnya, menyesallah kelak ketika nyawa di kerongkong... Menyesal tiada ujung, merintih dengan kepiluan.. Oh Sungguh, kembalilah wahai perindu, kembali pada RabMu, bertakwalah, berusahalah menjadi hamba yang taat, berjuanglah untuk perjumpaan yang ...

Konsisten

Beberapa orang paham makna teori konsisten tidak hanya materi tapi juga secara penerapan. Kalau materi sudah paham apa itu konsisten, bagaimana, berapa, dan untuk mencapainya.  Tapi, pada penerapan lah ilmu konsisten akan senantiasa diuji. Misalnya, konsisten dzikir pagi dan petang setiap selesai agenda shalat subuh, tapi hanya 2/10 yang bisa konsisten dijadwal yang telah disusun nya. Apalagi dimasa online yang begitu dinamis sangat sulit. Konsisten itu perlu disertai tekad, di atas sepertinya tidak mudah. Benar, konsisten butuh perjuangan terlebih melawan hawa nafsu (bosan, kurang fokus, maunya santai, dll). Jadi, sulit bukan berarti tidak bisa. Mulai lah dengan langkah kecil, sedikit-sedikit baru tambah targetnya. Insyaa Allah bisa, dan punya potensi. Bukti nya adalah Shalat, konsisten 5 kali dalam sehari meski kadang disertai rasa berat. Tapi sampai hari ini bisa bertahan, artinya kamu bisa. Yuk, belajar konsisten! Jangan fokus pada kekuarangan tapi ciptakan peluangnya.

Tidak jadi berlian tanpa tempaan

Tidak jadi berlian tanpa tempaan. Yang menempa harus kerja keras, lelah, keringat, panas, dan semua kakuatan yang dibutuhkan untuk manjadikan sebuah batu menjadi berlian. Dalam menempa harus tega, karena ada bagian-bagian yang harus terbuang. Tega untuk memukul tapi disertai kehati-hatian. Apatah lagi manusia? Makhluk yang diberi akal, penempa dan yang ditempa. Maka rujukannya adalah bagaimana Rasulullah menempa para sahabat, lihatlah sebagian kisah dimana keluarga Yasir diperlihatkan untuk kita dan bagaimana terhadap bilal ketika menghadapi kaum Quraisy, lihat bagaimana sikap Rasulullah.